Warta Kota Srindit; Sampan Kolek atau dalam bahasa tempatan disebut “Kulek”, adalah transportasi laut tradisional milik warga Bunguran Timur lama, yang kini sudah dimekarkan menjadi Kecamatan Bunguran Timur Laut, dan Kecamatan Bunguran Selatan. Sementara Kecamatan Bunguran Tengah yang mayoritas penduduknya adalah warga transmigrasi asal Pulau Jawa, tentu Sampan Kolek bukan menjadi transprtasi pilihan bila akan melaut. Karena tranportasin laut yang mungil dan terbuat dari kayu khusus, dan berbadan ramping serta hanya dapat ditumpangi oleh satu orang pendayung itu, lazim digunakan untuk mencari ikan atau hasil laut lainya.
Kehadirannya pada salah satu lomba dalam Festival Pulau Senua 16 Juni 2019 kemarin itu, menjadikan Sampan Kolek memiliki daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Betapa tidak, akhir-akhir ini, keberadaan Sampan Kolek sudah jarang terlihat, karena para Nelayan sudah beralih ke transportasi lain yang dianggap lebih moderen dan aman, ketika akan melaut.
Selain Lomba Sampan Kolek, panitia penyelenggara juga menyuguhkan lomba menyelam atau diving kelas fomula. Even diving pun menjadi salah satu lomba yang ditunggu-tungguh oleh pengunjung. Tapi sayang dari belasan orang yang terdaftar sebagai peserta, sampai pada hari H, hanya tersisa 6 perserta yang menyatakan tetap akan mengikuti lomba, sementara selebihnya menyatakan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak jelas.

Malik, salah seorang peserta lomba Dayung Kolek dari Desa Tanjung Kecamatan Bunguran Timur Laut, menuturkan bahwa, dirinya memang sudah lama tidak berkolek. Karena sehari-hari bila ia akan melaut, Malik lebih memilih alat transportasi yang lebih besar dan aman, diabanding Kolek. Namun bukan berarti Malik tidak dapat lagi mendayung kolek.
“Aok, kite lah jarang makai kolek ni, mbe agik kalau nak pegi ngael jeuh-jeuh. Tapi insya’allah kite masih bisa naek kolek”, tutur Malik kepada Pewarta Kota Srindit.
“Kalau orang ndik biase, mang ndik depat naek kulek ni, karena kite harus pandei nyimbong die, kalau ndik karam”, sambung Malik dalam bahasa dan dialeg khas Bunguran. Maksudnya, “Tidak semua orang yang bisa berkolek. Karena pendayung kolek harus mampu menyeimbangkan posisi kolek ketika dinaiki dan berada diatas permukaan air. Sebab bila tidak Kolek akan karam”.
Pada Lomba Dayung Kolek di Festival Pulau Senua IV ini, Malik menjadi yang terdepan, dan meraih peringkat I. Malik sangat berbangga atas prestasi yang diraihnya, dan dia merasa tidak sia-sia, menjadi seorang nelayan yang pandai berkolek, dan masih memiliki sampan kolek.
Beberapa pengamat mengatakan bahwa Sampan Kolek adalah Si Kecil Sang Pemberani. Karena dengan tubuhnya yang mungil dan ramping serta hanya berjarak kurang lebih satu jengkal dari permukaan air, dia mampu mengarungi samudra yang dalam dengan jarak tempuh yang terbilang jauh. Untuk memancing Tongkol misalnya, Sang nelayan harus mengayuh koleknya selamat ± 4 sampai 5 jam untuk tiba di spot yang dituju dengan kedalam laut mencapai 100 m. Selain Kolek yang tangguh, sang nelayanpun harus tangguh dan pemberani, hingga tidak ada samudara yang tak mampu dijelajahi. (Wan’s, Warta Kota Srindit, 18/06/2019)






Users Today : 136
Users Yesterday : 184
This Month : 475
This Year : 50976
Total Users : 140681
Views Today : 721
Total views : 628548
Who's Online : 1




